Tempe telah lama menjadi hidangan yang digemari masyarakat Indonesia. Selain karena rasanya yang enak, tempe mengandung banyak nutrisi. Tempe juga populer sebagai lauk pengganti daging bagi vegan dan vegetarian. Tapi, tahukah kalian jika produksi tempe dapat menyebabkan pencemaran lingkungan? Sebenarnya, kenapa hal itu bisa terjadi? Dan bagaimana cara mengetahui kadar pencemarannya? Baca penjelasan di bawah.
Efek Limbah Tempe Pada Pencemaran Lingkungan
Tempe memiliki sejarah panjang di Indonesia. Masyarakat Jawa telah mengenal makanan ini sejak abad ke-16. Tercatat dalam manuskrip Serat Centhini, tempe disebut sebagai hidangan dengan nama jae santen tempe dan kadhele tempe srundengan.
Masyarakat Indonesia sangat menyukai tempe, terbukti dari konsumsi rata-rata per orang per tahun mencapai sekitar 6,45 kg. Tidak heran jika Indonesia menjadi negara produsen tempe terbesar di dunia. Sebanyak 50% kedelai di Indonesia dijadikan tempe, 40%-nya tahu, dan 10% dalam bentuk lain seperti kecap, tauco, dan lain-lain.
Sayangnya, proses produksi tempe dapat membuat limbah yang dapat mencemari air. Ini disebabkan karena pembuangan air limbah produksi yang tanpa pengolahan. Produsen tempe di Indonesia umumnya berskala kecil atau diproduksi secara rumah tangga. Sehingga, para produsen minim pengetahuan mengenai pengolahan air limbah. Air limbah produksi biasanya dialirkan langsung ke drainase yang berakhir di sungai.
Pembuangan air limbah secara langsung dapat mempengaruhi kualitas air drainase (misalnya, irigasi) dan air sungai, Oleh karena itu, kesehatan makhluk hidup yang bergantung pada sumber mata air tersebut akan terganggu dan juga berdampak pada ekonomi.
Polusi nutrisi menyebabkan pertumbuhan ganggang yang berlebihan di air. Pertumbuhan ganggang berdampak pada berkurangnya kadar dalam jumlah yang signifikan. Organisme air lain seperti, ikan dan kerang akan kekurangan oksigen yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Selain itu, kesehatan manusia juga terganggu, dapat menyebabkan sakit perut, gatal-gatal, ruam, dan penyakit serius lainnya. Sedangkan pada tumbuhan, efeknya dapat merusak kualitas tumbuhan.
Limbah air produksi tempe mengandung protein yang tinggi, seperti nitrogen, kalium, dan fosfat. Oleh karena itu, limbah tersebut menimbulkan bau menyengat saat terkena panas. Beberapa daerah mengalami kejadian tersebut, seperti Bali pada tahun 2020 dan Jakarta pada tahun 2019. Untuk mengurangi polusi air, pemerintah telah mengatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan No. 5 Tahun 2014 tentang Standar Kualitas Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Kedelai.
Analisis Nitrogen dan Fosfor dalam Air Limbah
Nitrogen di dalam air, berbentuk anorganik dan organik. Nitrogen anorganik hadir dalam bentuk teroksidasi (misal: nitrat dan nitrit) dan bentuk tereduksi (misal: ammonia atau ammonium dan gas dinitrogen). Nitrogen organik tersedia dalam bentuk kompleks seperti asam amino, protein, asam humat, dan urea. Nitrogen total (TN) adalah jumlah dari semua bentuk nitrogen dalam sampel air. Fosfor ada sebagai ortofosfat anorganik, polifosfat, dan fosfat organik. Fosfor total (TP) adalah ukuran dari semua bentuk fosfor yang ditemukan dalam air.
Ion Chromatography dapat diberlakukan untuk penentuan anion anorganik dalam sampel lingkungan. Analisis IC sangat sederhana, batas deteksi yang relative rendah, dan minim gangguan matriks ketika menggunakan kolom penukar anion berkapasitas tinggi. Selain itu, secara elektrolitik eluen hidroksida yang dihasilkan, hanya membutuhkan sumber air deionisasi (DI) dan dapat meningkatkan kualitas transfer metode antar laboratorium.
Aplikasi Note Thermo Fisher Scientific menunjukkan penentuan TN dan TP secara simultan setelah proses digestion dengan persulfate alkali sebagai alternatif untuk TKN (Total Kjehdahl Nitrogen) menggunakan high-capacity hydroxide-selective Thermo Scientific Dionex IonPac AS19 Analytical Column. Pengujian TN dan TP pada air limbah diambil dari dua kota di Amerika Serikat.
Tabel 1. menunjukkan perolehan kembali (recovery) nitrogen untuk senyawa yang diuji berkisar antara 93 hingga 100%. Hal ini mengindikasikan konversi yang baik untuk nitrat-N dengan prosedur digestion persulfat basa.
Tabel 2. Perolehan kembali (recovery) fosfor dari adenosin trifisfat dan asam fitat sebanding, meskipun sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil dari USGS. Recovery fosfor dari glukosa-1-fosfat dan gliserofosfat secara signifikan lebih baik daripada dua senyawa yang mengandung fosfor lainnya. Masing-masing recovery terhitung sebesar ~97 dan 99%.
USGS (United States Geological Survey) merupakan lembaga ilmiah pemerintah Amerika Serikat. USGS menyimpulkan bahwa teknik digestion alkali persulfat lebih sensitive, akurat, dan menggunakan lebih sedikit reagen beracun daripada metode Kjeldahl.
Tabel di atas mendeskripsikan hasil analisis sampel air limbah dengan Ion Chromatography sebelum dan sesudah digestion dengan persulfate alkali.
Bedasarkan hasil uji di atas, Kolom Dionex IonPac AS19, efektif digunakan untuk penentuan TP dan TN secara simultan menggunakan instrumen Ion Chromatography. Kolom berkapasitas tinggi sangat penting digunakan pada aplikasi ini guna meminimalkan gangguan kromatografi dari klorida, klorat, dan sulfat. Recovey TN dan TP dari senyawa organik yang mengandung nitrogen dan fosfor sebanding dengan data kolometri yang dilaporkan oleh USGS untuk senyawa yang serupa.
Baca metode lengkapnya di sini.
Sumber: