News & Article Details

Newborn Screening: Awal yang sehat untuk hidup bayi yang sejahtera!

 

Anak adalah anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, kehadirannya membawa kebahagiaan dan menjadi obat untuk setiap luka yang ada. Sebagai orang tua, tentunya kita ingin memberikan yang terbaik untuk menunjang tumbuh kembang anak agar optimal, salah satunya melakukan pemeriksaan Newborn screening. Newborn Screening adalah istilah yang menggambarkan berbagai tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama kehidupan bayi yang bertujuan untuk mengetahui kelainan pada anak sedini mungkin sehingga dapat dilakukan penanganan untuk mencegah kecacatan atau kematian bayi serta mengoptimalkan tumbuh kembang anak dalam jangka panjang.

Test yang dilakukan pada newborn screening meliputi gangguan kongenital, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan penyakit jantung kritis bawaan. Pada artikel ini akan dibahas secara tuntas gangguan kongenital pada bayi baru lahir, dimana saat  ini terdapat tiga parameter uji yaitu Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK), Skrining Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK), dan Skrining defisiensi Glukosa-6-Fosfat-Dehidrogenase (G6PD). Menurut World Health Organization (WHO), kelainan kongenital merupakan kondisi suatu kelainan baik dari struktur maupun fungsional tubuh bayi baru lahir (cacat lahir). Diperkirakan  sebanyak 6% bayi di seluruh dunia lahir dengan kelainan bawaan yang menyebabkan ratusan ribu kematian terkait hal ini. Kelainan ini berkembang sebelum bayi lahir dan dapat di identifikasi pada sebelum lahir, saat lahir, atau di kemudian hari.

  1. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)

Skrining ini bertujuan untuk mengetahui potensi kelainan hipotiroid yang bisa menyebabkan kecacatan fisik dan intelektual pada anak di kemudian hari. Kelainan ini disebabkan ketika kelenjar tiroid bayi tidak menghasilkan cukup hormon tiroid, yang berdampak pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat permanen.  Sebagian besar kasus kelainan hipotiroid kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak, diantaranya anak memiliki tubuh cebol, ukuran lidah yang besar, bibir tebal, bentuk hidung pesek, bagian pusar yang menonjol, anak kesulitan bicara serta menunjukkan gejala keterbelakangan mental.

Gambar 1. Bayi berusia 3 bulan dengan SHK yang belum ditangani (image source: klinikanakapap.com)

     2. Skrining Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK)

Skrining yang dilakukan pada bayi berusia 48-72 jam ini bertujuan untuk mengetahui kelainan bawaan yang mempengaruhi produksi hormon pada kelenjar adrenal. Kebanyakan orang dengan hyperplasia adrenal kongenital kekurangan enzim yang disebut 21-hidroksilase. Kelenjar adrenal membutuhkan enzim ini untuk menghasilkan cukup kortisol dan aldosteron. Karena kadar kortisol rendah, tubuh merangsang kelenjar adrenal, yang kemudian menghasilkan lebih banyak androgen. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan hormon-hormon ini. Pada anak perempuan, kondisi tersebut mengakibatkan pertumbuhan berlebih pada klitoris yang menyerupai penis sehingga terjadi DSD (Disorder of Sexual Development) dan pada laki-laki mengakibatkan pertumbuhan penis berlebih yang mengakibatkan terjadinya pubertas dini tipe perifer.

Gambar 2. Tingkat virilisasi alat kelamin berdasarkan skala Prader (image source: slideshare.net)

     3. Skrining G6PD

Skrining G6PD merupakan Diagnosis defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) yang membuat sel darah merah lebih cepat rusak dan mengalami hemolisis. Gejala awal dari penderita kelainan G6PD yaitu mengalami anemia hemolitik, kulit pucat dan penyakit kuning. Penderita kelainan G6PD akan menunjukan gejala yang jelas ketika terjadi hemolitik pada sel darah akibat mengonsumsi zat pemicu yang dapat menyebabkan stress oksidatif seperti antibiotik sulfacetamide, chloramphenicol dan kacang fava.

Lalu bagaimana cara pemeriksaan laboratorium untuk kelainan kongenital pada bayi baru lahir? Dalam studi penelitian, pemeriksaan SHK dapat dilakukan menggunakan instrument LC-MS/MS untuk memisahkan, mendeteksi dan kuantifikasi hormon tiroid yang meliputi tiroksin (T4) ; 3,3′, 5-triiodothyronine (T3) ; dan 3,3′, 5′-triiodothyronine (rT3). Tahapan preparasi sampel cukup sederhana meliputi presipitasi protein, ekstraksi cair-cair, dan sentrifugasi. Investigasi lebih lanjut mengenai peningkatan analisis dan deteksi dilakukan dengan menggunakan teknik derivatisasi butil ester dari hormon tiroid. Metodologi ini dikembangkan pada system HPLC Vanquish tandem dengan spektrometer massa TSQ Altis dalam mode ionisasi positif dan negatif selama kurang lebih 6 menit.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Kromatogram derivatisasi hormon tiroid.

Simak Appnote Thermo berikut untuk informasi lengkapnya.

Pada pemeriksaan HAK, 17-Hidroksiprogesteron (17-OHP) adalah prekursor biosintetik untuk steroid lain seperti kortikosteroid, androgen, dan estrogen. Para peneliti yang menyelidiki cara kerja enzim ini perlu mengukur 17-OHP dalam rentang analitis 10 hingga 1.000 ng/dL (0,3 hingga 30 nmol/L) dalam serum darah. 17-OHP mudah membentuk ion positif melalui Atmospheric-pressure chemical ionization (APCI). Sejumlah aliquot spesimen serum darah segar (200 μL), serta kalibrator yang disiapkan dalam 1% BSA dan spesimen quality control (QC), dicampur dengan standar internal 17-OHP-D4 sebelum dilakukan ekstraksi cair-cair dengan 1 mL metil t-butil eter (MTBE). Setelah mengeringkan ekstrak eter, residu dilarutkan kembali dengan air dan metanol (1:1) dan dilakukan pengujian menggunakan system LC-MS/MS probe APCI.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Hasil kuantitatif 17-OHP.

Simak Appnote Thermo berikut untuk informasi lengkapnya.

Thermo Scientific Vanquish Flex UHPLC tandem dengan spektrometri massa TSQ Altis Plus menawarkan sensitivitas, ketahanan, dan kemudahan penggunaan bagi pengguna di semua tingkatan. Hubungi kami di sales@wiralab.co.id untuk solusi dan penawaran menarik lainnya.

Referensi :

Kemenkes RI. 2023. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) untuk Bayi Sehat.

National Institutes of Health. 2022. MedlinePlus. Congenital Adrenal Hyperplasia.

World Health Organization. 2023. Congenital Disorders.

Share the Article