Pembangkit energi di masa depan, tidak akan menggunakan bahan bakar fosil. Hal ini dikarenakan, hadirnya teknologi yang dapat mengurangi emisis karbon dan meningkatkan kualitas udara, misalnya baterai lithium-ion, biofuel, dan tenaga angin.
Selain lithium, adapun sumber utama lain yang digunakan dalam baterai, yakni elemen jejak (trace element). Jejak elemen ini, keberadaannnya sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan keamanan lingkungan.
Baterai Litium
Baterai litium telah kerap digunakan sejak tahun 1970. Sejak saat itu, sumber energi ini banyak diminati sebagai sumber daya pada elektronik. Tahun 1996, pertama kalinya diciptakan mobil bertenaga baterai lithium dari Nissan Prairie Joy EV dengan jangkauan hingga 200km (124mil) yang memiliki kecepatan maksimal 120 kph (75 mph).
2019, 2.3 juta kendaraan listrik baterai (BEV) dan kendaraan listrik hibrida plug in (PHEV_ terjual di seluruh dunia. Pada tahun 2026, diperkirakan jumlah ini akan meningkat sekitar 8 juta per tahun.
Analisis Unsur Siklus Hidup Baterai Lithium
Persyaratan dalam analisis unsur siklus hidup baterai lithium-ion dimulai sebelum pengembangan baterai dan proses produksi. Hasil dan kemurnian unsur garam lithium yang diekstraksi dari mineral, misalnya lading air asin dan air laut.
Kedua hal tersebut, perlu diproses lebih lanjut untuk menjadi bahan berbasis lithium yang diperlukan untuk komponen baterai. Bahan-bahan tadi, perlu dianalisis kemurniannya sebelum digunakan menjadi komponen baterai.
Baterai lithium ion terdiri atas, kartoda, anoda, elektrolit, dan pemisah untuk membuat katoda dana elektrolit. Lima jenis bahan utama katoda, antara lain lithium kobalt oksida (LiCoO2 (LCO)), lithium nikel kobalt aluminium oksida (LiNICoAlO2 (NCA)), lithium mangan oksida (LiMn2O4 (LMO)), lithium nikel kobalt mangan oksida (LiNiCoMnO2 (NCM)) dan lithium besi fosfat (LiFePO4 (LFP)).
Berdasarkan jumlah tersebut, NCA, NCM, dan LFP menjadi bahan yang kerap digunakan dalam baterai Li-ion kendaraan listrik. Penggunaan bahan dalam baterai perlu menentukan beberapa faktor, seperti seberapa banyak daya yang dapat ditampung baterai dan tingkat keamanan penggunaannya.
Pengukuran unsur bahan katoda merupakan bagian penting dalam pengembangan dan proses produksi baterai. Komponen baterai kedua, memerlukan analisis unsur elektrolit.
Bahan elektrolit cair yang paling kerap ditemukan adalah lithium hexafluorophosphate (LiPF6) yang dicampur dengan pelarut etilen karbonat, dimetil karbonat, dan dietil karbonat. Kehadiran pengotor, misalnya air dan logam transisi dalam elektrolit secara signifikan menurunkan daya dukung baterai.
Tak hanya itu, dapat membuat komponen baterai lebih cepat terdegradasi selama siklus pengisian atau pengosongan. Karenanya, larutan elektrolit yang digunakan perlu memiliki tingkat mengotor yang sangat rendah.
Teknik analisis pengotor dalam komponen baterai
Kualitas produksi baterai umumnya dilakukan dengan metode standar nasional Cina YS/T 798-2012. Bahan terner baterai lithium biasanya mengandung lithium, nikel, kobalt, mangan, dan kalium aluminat sebagai bahan katoda.
Baterai jenis ini, kerap dipilih akibat kapasitasnya yang tinggi, stabilitas siklus yang baik (masa pakai baterai) dan biaya yang moderat dari jenis baterai baru. Proporsi dan kandungan elemen utama dalam bahan katoda terner dapat mempengaruhi kionerja dan biaya baterai lithium secara signifikan dan kandungan peotr dalam bahan terner mempengaruhi keamanan baterai. Oleh karena itu, penentuan dan kuantifikasi yang akurat dari unsu-unsur utama serta pengotor dalam bahan katoda terner menjadi sangat penting.
Sampel didestruksi menggunakan HCL hingga terlarut sempurna. Beirkutnya, sampel dan standar dianalisis menggunakan iCAP PRO ICP-OES dengan sistem radial yang mana dapat dianalisis dengan konsentrasi rendah pada axial view atau dual view secara bersamaan.
Sistem ini, menggunakan mode Intelligent Full Range (iFR) dan menangkap spektrum lengkap dalam kisaran 167 hingga 852 nm dalam satu eksposur. Metode dan hasil analisis lebih lengkap sila baca di sini.
Sumber: