Pestisida Organoklorin (OCPs) merupakan bagian dari senyawa Polutan Organik yang Persisten (POPs). POPs berada di lingkungan dalam waktu yang sangat lama, terakumulasi di makhluk hidup melalui rantai makanan, dan beracun.
Sembilan jenis pestisida organoklorin mengandung POPs, yaitu aldrin, dieldrin, endrin, dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), chlordane, hexachlorobenzene (HCB), mirex, toxaphene, dan heptachlor. Pestisida tersebut diatur penggunaannya oleh Stockholm Convention on POPs tahun 2001 (UNEP, 2009).
Pestisida organoklorin digunakan untuk membunuh serangga dan hama sejak tahun 1950an (Hua & Shan, 1996; Li, Cai, & Singh, 1998). Seiring bertumbuhnya produktivitas di dunia pertanian, penggunaan pestisida pun mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan total konsumsi pestisida di dunia tahun 2022 mencapai 2,7 juta ton dan meningkat di tahun 2023 menjadi 4.2 juta ton (statista.com). Di samping itu, market size pestisida mencapai USD 341,09 juta tahun 2023 (virtuemarketreaearch.com).
Penggunaan pestisida jenis organoklorin telah dilarang di Indonesia sejak akhir tahun 1990 (Ida, 2017). Namun, beberapa penelitian masih menemukan jejaknya di air dan tanah (Shoiful, et al 2015). Bagaimana pestisida organoklorin muncul? Apa yang akan terjadi jika tidak bisa mengelola cemarannya dengan baik? dan bagaimana metode analisis pestisida organoklorin?
Munculnya Cemaran Pestisida Organoklorin
Orgnanoklorin merupakan pestisida buatan manusia yang diproduksi dari hidrokarbon. Pestisida jenis ini lebih banyak digunakan oleh negara-negara berkembang di Asia (FAO, 2005; Gupta, 2004; Lallas, 2001). Sehingga, proses cemaran pestisida organoklorin di bumi melalui hujan dan salju.
Pertama, suhu di negara-negara berkembang yang cenderung hangat, membuat pestisida menguap ke udara. Partikel pestisida bergerak bersama angin dan awan. Lalu, ketika partikel tersebut mencapai suhu yang lebih dingin, mereka jatuh kembali ke bumi dalam bentuk hujan dan salju. Siklus ini terjadi berulang kali, seperti grafik yang ada di bawah (gov.nt.ca).
Selain melalui udara, manusia dapat terpapar oleh organoklorin melalui rantai makanan. Paparan ini terjadi saat manusia memakan hewan yang terkontaminasi. Hewan ini mengakumulasi organoklorin dari makanan yang mereka makan dan air yang tercemar (intechopen.com).
Pestisida organoklorin masuk ke air, seperti danau, sungai, atau laut. Lalu, partikelnya termakan oleh tanaman kecil di dalam air. Tumbuhan tersebut dimakan oleh hewan-hewan kecil, yang kemudian dimakan oleh ikan. Ikan nantinya akan dimangsa oleh burung, beruang, ikan yang lebih besar, dan berakhir oleh manusia.
Metode QuEChERS dan GC-HRMS untuk Analisis Pestisida Organoklorin
Sebelumnya, metode yang digunakan untuk analisis OCPs sangat kompleks dan memakan banyak waktu. Studi yang ditulis oleh Won Tae Jong, Chang Jo Kim, dan Song Hee Ryu, menemukan metode pengukuran yang handal dan lebih cepat. Mereka menggunakan metode GC-HRMS dan QuEChERS untuk pre-treatment sample, sebagai metode alternatif.
Pre-treatment untuk sampel pestisida yang umum digunakan adalah dengan SPE atau ultrasonication. Namun, cara ini sangat memakan waktu dan kurang cocok untuk analisis dengan hasil yang tinggi. Oleh karena itu, banyak penelitian yang telah mengeksplorasi metode alternatif yang lebih sederhana, ekonomis, dan efisien untuk analisis skala besar. Sebagai alternatif, muncul metode QuEChERS (Quick, Easy, Cheap, Effective, Rugged, and Safe) dalam analisis residu pestisida.
Dipadukan dengan metode HRMS (high-resolution mass spectrometry), maka potensi false positive menjadi tidak ada. HRMS telah disetujui oleh EPA (Environmental Protection Agency) (UNEP, 2009). Metode ini menggantikan penggunaan metode gas chromatography-electron capture detection.
Hasil kromatogram yang diperoleh dengan menggunakan kondisi analisis GC-HRMS tercantum dalam Tabel 1 ditunjukkan pada Gambar 3.
Guna memvalidasi kesesuaian metode dengan sampel yang sebenarnya, mereka menggunakan sampel tanah yang telah berumur lebih dari tiga tahun dan secara sengaja mencemari sampel tanah dengan α-endosulfan, β-endosulfan, dan endosulfan sulfat. Untuk menganalisis tiga senyawa endosulfan, kami menggunakan tiga metode ekstraksi QuEChERS yang berbeda dan kit d-SPE No. 2 untuk pemurnian. Data disajikan dengan menggunakan plot kotak pada Gambar 4.
Studi ini juga menilai potensi perbedaan hasil ketika menganalisis tanah yang terkontaminasi endosulfan dengan GC-MS/MS dan GC-HRMS. Hasil dari masing-masing instrument disajikan pada Gambar 5.
Berdasarkan studi tersebut, metode QuEChERS dan GC-HRMS tidak hanya dapat digunakan untuk sampel lingkungan, tapi juga diterapkan pada senyawa lain, seperti herbisida dan insektisida.
Sumber:
Jeong, Won Tae; Kim, Chang Jo & Ryu, Song Hee. 2023. Establishment of a GC-HRMS-IDMS-based modified QuEChERS approach for rapid, reliable, and simultaneous determination of organochlorine pesticides in soil. South Korea. https://doi.org/10.1016/j.microc.2023.109754.
Panseri, S. Biondi, P.A. 2013. Occurrence of Organochlorine Pesticides Residues in Animal Feed and Fatty Bovine Tissue. https://www.intechopen.com/chapters/41658.
Australian Government. Organochlorine pesticides (OCPs) – Trade or common use names. https://www.dcceew.gov.au/environment/protection/publications/ocp-trade-names.
Dr. DRH. Ida Bagus Ngurah Swacita, MP. 2017. Pestisida dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Indonesia. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/85b4ff189dadfdaa360ee6200603c0ad.pdf